Myanmar Susun Bukti bahwa Rohingya bukan Pribumi Rakhine
16 Desember 2016, 09:59:18 Dilihat: 623x
RAKHINE - Kementerian Budaya dan Urusan Keagamaan Myanmar sedang menyusun risalah yang membuktikan bahwa sekelompok orang yang mengaku Muslim Rohingya bukanlah asli penduduk Rakhine. Bukti-bukti tersebut ditelaah dari berbagai literatur dan catatan sejarah yang ada.
Dalam pengumumannya di Facebook, kementerian yang bersangkutan menjelaskan, dokumen sejarah yang dibuat pada era penjajahan Inggris, baik sesudah maupun sebelumnya juga tidak pernah menyebut komunitas itu sebagai Rohingya. Adanya adalah Bengali atau Bangla, para pengungsi yang datang dengan perahu dari Bangladesh.
BERITA REKOMENDASI
Citra Satelit Buktikan Hubungan Militer dengan Pembakaran Desa Rohingya
Myanmar Minta ASEAN Gelar Rapat Darurat Bahas Krisis Rohingya
Kritik PM Malaysia Najib Razak ke Myanmar Dianggap Punya Maksud Lain
Para pengungsi tersebut kemudian dilokalisasi ke Rakhine oleh pemerintahan kolonial Inggris, setelah Perang First Anglo-Burma pada 1824. "Mereka datang dalam jumlah besar dan disebut Bangla," tegasnya, seperti disunting Asian Correspondent, Kamis (15/12/2016).
Sementara istilah Rohingya, pertama kali digunakan pada 20 November 1948. Saat itu, Anggota Parlemen Bangla bernama Abdul Gafar mengarang cerita palsu tentang sebuah kapal karam kepada Menteri Dalam Negeri Burma.
"Mereka dipanggil Rohingya di bawah pemerintahan mantan Perdana Menteri U No. Saat itu, mereka dimanfaatkan untuk memenangkannya dalam pemilu. Bagaimanapun, sebutan itu ilegal. Istilah Rohingya tidak pernah ada dan kami tidak akan pernah mengakuinya," tukas Panglima Komando Jenderal Min Aung Hlaing.
Dalam ulasannya, Kementerian Budaya dan Urusan Keagamaan Myanmar juga membantah bahwa pemerintah telah melakukan pelanggaran HAM di negara bagian tersebut. Mereka mengutip penjelasan dari Direktur Komisi Penasihat Negara Bagian Rakhine, Kofi Annan yang menyatakan tidak ada kekerasan, genosida dan kaum Rohingya. Pernyataan itu dilontarkan sang mantan sekjen PBB dalam kunjungannya ke Burma pada 6 Desember lalu.
Ia menyayangkan banyak negara telah mengangkat isu Rohingya dengan sudut pandang yang keliru, dengan maksud untuk merusak reputasi Myanmar dan menciptakan ketidakstabilan di dalam negeri.
Kementerian Budaya dan Urusan Keagamaan Myanmar mengungkap, hasil tesis selanjutnya akan dilaporkan kepada Presiden Htin Kyaw dan penasihat negara Aung San Suu Kyi. Jika laporan tersebut disetujui, hasilnya akan diterbitkan ke dalam sebuah buku dan dibagikan agar menjadi konsumsi publik.
Sebelumnya citra satelit beberapa kali mendeteksi pembakaran di desa-desa Rakhine yang banyak dihuni oleh para Muslim Rohingya. Sejumlah wartawan asing yang meliput langsung ke lokasi kejadian mengatakan, kawasan itu dijaga ketat militer dan rakyatnya hidup terisolasi.
Pemerintah Burma sendiri telah lama mengabaikan hak asasi manusia komunitas Rohingya. Namun Duta Besar Myanmar untuk Indonesia U Aung Htoo menjelaskan, bukan pemerintah yang tidak ingin menjadikan mereka warga negara, tetapi para Muslim Rohingya itu yang menolak disensus sebagai persyaratan untuk mendapatkan pengakuan.